Film Indonesia mulai bergeliat kembali kira-kira dua belas tahun yang lalu. Berbagai macam genre juga mulai bermunculan di layar lebar Indonesia. Tren yang awalnya dimulai dengan kisah romantis remaja dan kisah horror, sekarang bertambah dengan kemunculan genre-genre yang lain.
Salah satu tren yang muncul di perfilman Indonesisa adalah film yang diangkat dari kisah nyata penulisnya. Mau itu beneran seratus persen ataupun yang banyak bumbu dramanya, semua mulai mendapat tempat di menu hidangan pelahap film kita.
Saya bukan penonton idealis, tapi juga bukan penonton yang terjebak tren pasar. Jadi, saya pikir saya cukup mewakili selera rata-rata penonton Indonesia. Mungkin juga saya gak berkompeten untuk meng-kritik film, tapi dicoba ajalah.
Film yang ingin saya review kali ini adalah film 9 Summers 10 Autumns. Bukan cuma cerita yang ingin saya review, tapi beberapa aspek lainnya juga. Sebelumnya saya mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan, karena seperti halnya kebanyakan orang Indonesia saya cuma bisa berkomentar.
*Asal Usul
Film 9 Summers 10 Autumns diangkat dari buku dengan judul yang sama. Buku ini merupakan kisah nyata penulisnya, seorang mantan direktur salah satu (kalo gak salah) perusahaan research yang ada di New York, Iwan Setyawan. Cerita lengkapnya tidak akan saya tuliskan karena pasti bisa Anda temukan di blog lain (yang gak sekeren blog saya).
*Promo
Gak seperti film lain yang promonya heboh banget, film ini (menurut saya) promonya kurang mantap. Saya sendiri baru mengetahui buku 9 Summers 10 Autumns dijadikan film kira-kira sebulan sebelum penanyangannya. Padahal, bagi orang seperti saya yang kerjaannya cuma nongkrongin website berita dan media sosial, mungkin saya termasuk orang yang paling cepat tahu kalua ada film baru yang akan dirilis.
Satu hari saya kirim message ke fanpage film 9 Summers 10 Autumns. Saya bermaksud untuk menyampaikan pendapat saya bahwa promo film ini kurang kencang. Di bawah ini screenshotnya.
Mungkin karena bahasa saya yang terlalu halus membuat si Admin gak sadar kalau saya lagi meng-kritik mereka. Dari isi jawaban si Admin terlihat jelas bahwa dia menganggap kesalahan ada pada saya. Dia kurang tidak menyadari kalau promo film ini kurang kencang. Ada yang pernah ngelihat iklannya di televisi, gak? Kalau saya sih gak pernah… Apa mungkin target penonton yang segmented membuat produser memutuskan untuk tidak membuat iklan untuk televisi? Jika ya, hal itu terlalu sombong (menurut saya lagi).
*Waktu penayangan
Film ini beredar di bioskop seluruh Indonesia mulai 25 April 2013. Mungkin (menurut saya lagi?!?), waktu penayangan ini dimaksudkan agar film 9 Summers 10 Autumns bisa menjadi sarana relaksasi yang muncul tepat setelah Ujian Nasional tingkat SMA. Sayangnya, terjadi pergeseran pada jadwal Ujian Nasional, dan…. Tahu sendiri lah.
Selain itu, ada kendala eksternal lainnya. Tanggal 25 April bertepatan dengan tayangnya film Iron Man 3 di Indonesia. Kalau Anda remaja (yang mana adalah golongan konsumen terbesar industri hiburan), film mana yang Anda pilih? 9 Summers 10 Autumns atau Iron Man 3?
Hmmm.. Apa lagi, ya.??
*(sedikit)Isi cerita
Film ini menceritakan kisah hidup Iwan Setyawan,mulai dari kelahirannya sampai dengan dia kembali dari New York. Saya kesulitan menemukan konflik utama dari cerita film ini. Mungkin karena saya gak baca bukunya. Mungkin juga karena film ini terlalu sulit saya cerna.
Ada dua (menurut saya lagi?!?!?) hal yang menjadi klimaks film ini.Yang pertama adalah tentang perjuangan Iwan untuk kuliah di IPB yang sempat ditentang Bapak. Yang kedua adalah tentang keputusan Iwan yang ingin kembali ke Malang.
Kalau konflik utama film ini adalah yang pertama, berarti ceritanya mengalami antiklimaks ditengah-tengah film (sebenarnya gak ada salahnya juga sih). Kalau yang kedua, menurut saya (lagi?!?!?) itu kalah heboh dengan yang pertama. Jadi, bagi Anda yang punya bukunya tolong kirimin saya bukunya supaya bisa baca ceritanya dengan kengkap (modus minta dibeliin).
Sekian dulu (kesahnya) nge-review kali ini. Semoga bermanfaat. Akhirul kalam wassalamualaikum warohmatullah wabarokatuh.